Tidaklah bijaksana untuk menganggap bahwa satu protokol komunikasi IoT cocok untuk semua situasi atau perangkat. Sebelum memilih protokol yang tepat, penting untuk mempertimbangkan persyaratan daya dan keamanan yang terkait.
Ketika kita memperhatikan tren pertumbuhan dalam ekosistem IoT, tampaknya koneksi IoT melebihi koneksi online non-IoT untuk pertama kalinya pada tahun 2020. Menurut laporan dari firma riset pasar IoT Analytics, jumlah koneksi IoT mencapai 11,7 miliar pada tahun tersebut. Sementara koneksi non-IoT, seperti perangkat seluler dan komputer, mencapai 10 miliar. Proyeksi para peneliti menunjukkan bahwa jumlah koneksi IoT diperkirakan akan melonjak hingga mencapai 30,9 miliar pada tahun 2025.
Fenomena ini menandai pertumbuhan yang luar biasa dalam ketersediaan dan perluasan protokol IoT. Termasuk peningkatan 5G dan penggunaan jaringan Wide Area Networks (WAN) yang hemat daya. Namun, ketika mempertimbangkan ragam pilihan ini, penting untuk menyadari bahwa setiap protokol memiliki karakteristik uniknya sendiri yang mungkin lebih sesuai untuk kebutuhan spesifik suatu proyek atau perangkat IoT.
Dengan demikian, pemilihan protokol harus dilakukan dengan hati-hati, mempertimbangkan kebutuhan spesifik perangkat, keamanan data, dan efisiensi daya untuk mencapai hasil yang optimal.
Pentingya Protokol IoT?
Protokol IoT memegang peranan penting dalam ekosistem Internet of Things (IoT). Mereka memfasilitasi komunikasi antara komponen-komponen yang terhubung, memungkinkan aliran data dari perangkat titik akhir ke server pusat melalui saluran IoT.
Komunikasi ini merupakan fondasi dari semua operasi IoT. Protokol IoT memastikan bahwa data yang dihasilkan oleh perangkat titik akhir, seperti sensor, dapat diterima dan diproses oleh entitas selanjutnya dalam lingkungan yang terhubung. Apakah data tersebut akan dikirim ke perangkat titik akhir lain, gateway, atau aplikasi, protokol IoT memastikan bahwa proses komunikasi berjalan lancar.
Dengan kata lain, protokol IoT sama pentingnya dengan keberadaan perangkat IoT itu sendiri. Tanpa protokol yang tepat, informasi yang dihasilkan oleh perangkat tidak akan dapat diakses atau digunakan secara efektif.
Namun, tidak semua protokol diciptakan sama. Bill Ray, seorang analis dan direktur riset senior di Gartner, menekankan bahwa setiap protokol memiliki keunggulan dan kelemahan yang spesifik. Serta kecocokan yang berbeda-beda tergantung pada konteks penggunaannya. Beberapa protokol mungkin lebih sesuai untuk penggunaan di dalam gedung. Sementara yang lain lebih cocok untuk implementasi lintas gedung, dan ada juga yang dirancang untuk skala nasional atau global.
Dengan demikian, pemilihan protokol IoT menjadi kunci dalam merancang solusi IoT yang efektif dan efisien. Memilih protokol yang tepat sesuai dengan kebutuhan spesifik proyek atau aplikasi dapat memastikan bahwa infrastruktur IoT berjalan dengan optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Mengintip Keberagaman Protokol di IoT
Protokol IoT bermunculan seakan tak ada habisnya, menawarkan ciri khas masing-masing yang menjadikannya pilihan unggul dalam berbagai konteks aplikasi IoT.
Setiap protokol IoT hadir dengan kelebihan yang unik, menyokong beragam skenario komunikasi seperti antar perangkat, ke gateway, atau langsung menuju ke cloud dan pusat data.
Dalam menjelajahi keragaman protokol ini, kita menemukan bahwa preferensi terhadap satu protokol dibanding yang lain sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti geografi, konsumsi daya, fleksibilitas daya baterai, hingga hambatan fisik yang ada. Dengan pertimbangan yang cermat terhadap hal-hal ini, para pengembang mampu menentukan protokol mana yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan spesifik dalam penerapan IoT mereka.
Apa Saja Lapisan Arsitektur IoT?
Ada beberapa lapisan arsitektur yang berbeda dalam konteks Internet of Things (IoT), yang membentuk kerangka kerja untuk mengatur komunikasi dan pertukaran data di dalam sistem jaringan. Berikut adalah beberapa lapisan arsitektur yang umum dalam IoT:
- Model Tujuh Lapis OSI (Open Systems Interconnection):
- Lapisan Fisik
- Lapisan Hubungan Data
- Lapisan Jaringan
- Lapisan Transportasi
- Lapisan Sesi
- Lapisan Presentasi
- Lapisan Aplikasi
- Model Tiga Lapis:
- Persepsi
- Jaringan
- Aplikasi
- Model Empat Lapis:
- Persepsi
- Dukungan
- Jaringan
- Aplikasi
- Model Lima Lapisan:
- Penginderaan
- Transmisi
- Pemrosesan
- Aplikasi dan Bisnis, atau
- Lapisan Fisik
- Tautan Data
- Jaringan
- Transmisi
- Aplikasi
Setiap lapisan memiliki peran tertentu dalam mengatur dan memfasilitasi komunikasi antara perangkat dalam sistem IoT. Protokol yang digunakan dalam komunikasi IoT sering kali berbeda tergantung pada lapisan di mana komunikasi tersebut terjadi. Misalnya, Bluetooth dan Wi-Fi sering digunakan pada lapisan fisik atau tautan data. Sementara protokol seperti DDS (Data Distribution Service) dan MQTT bekerja di lapisan aplikasi.
Scott Young, seorang konsultan riset utama untuk infrastruktur di Information Technology Research Group. Menjelaskan bahwa ekosistem IoT dapat memiliki banyak protokol yang berbeda-beda berdasarkan pada lapisan arsitektur. Beberapa protokol mungkin beroperasi pada lapisan yang sama, sementara yang lainnya dapat menghubungkan lapisan-lapisan yang berbeda untuk mendukung komunikasi yang diperlukan dalam sistem IoT.
Protokol IoT Yang Paling Umum Digunakan
Teknisi dapat memilih dari berbagai protokol komunikasi saat membangun jaringan untuk melayani ekosistem IoT mereka. Yang paling umum adalah sebagai berikut.
1. AMQP
singkatan dari Advanced Message Queuing Protocol, merupakan protokol terbuka yang digunakan dalam sistem middleware yang berfokus pada pertukaran pesan. Ini memungkinkan pengiriman pesan yang saling beroperasi antar sistem, tanpa ketergantungan pada broker atau platform pengiriman pesan tertentu.
Keunggulan utamanya adalah keamanan, interoperabilitas, dan keandalan yang tinggi, bahkan dalam kondisi jaringan yang tidak ideal atau pada jarak yang jauh.
Dengan AMQP, komunikasi tetap dapat berlangsung meskipun sistem tidak tersedia secara simultan. Menegaskan reputasinya sebagai pilihan yang handal dan andal untuk aplikasi yang memerlukan pertukaran pesan yang stabil di berbagai kondisi jaringan.
2. Bluetooth dan BLE (Bluetooth Low Energy)
Bluetooth merupakan teknologi nirkabel jarak pendek yang menggunakan gelombang radio dengan panjang gelombang pendek dan frekuensi yang tinggi. Meskipun sering digunakan untuk streaming audio, Bluetooth juga menjadi andalan dalam mendukung perangkat nirkabel terhubung. Oleh karena itu, opsi konektivitas ini, yang memiliki daya dan jangkauan rendah, menjadi pilihan utama untuk jaringan area pribadi serta implementasi IoT.
Di sisi lain, ada Bluetooth Low Energy (BLE), juga dikenal sebagai Bluetooth LE. Ini adalah versi baru yang dioptimalkan khusus untuk konektivitas dalam lingkungan IoT. Seperti namanya, BLE mengonsumsi daya yang lebih sedikit daripada Bluetooth standar, menjadikannya sangat cocok untuk berbagai aplikasi. Seperti perangkat pelacak kesehatan, perangkat rumah pintar di tingkat konsumen, dan sistem navigasi dalam toko di sektor komersial.
Dengan fitur hemat daya yang unggul, BLE menawarkan solusi yang efisien bagi banyak kebutuhan IoT, memungkinkan perangkat untuk tetap terhubung tanpa membebani daya baterai secara berlebihan.
3. Jaringan Seluler
Jaringan seluler adalah salah satu pilihan protokol yang paling umum digunakan dan terkenal dalam penerapan IoT. Terutama untuk komunikasi dengan jarak jauh. Meskipun standar seluler lama seperti 2G dan 3G mulai digantikan, perusahaan telekomunikasi terus memperluas jangkauan dengan standar kecepatan tinggi yang lebih baru, seperti 4G/LTE dan 5G.
Jaringan seluler menawarkan bandwidth tinggi dan komunikasi yang andal, menjadikannya pilihan yang sangat diinginkan. Kemampuannya untuk mentransfer data dalam jumlah besar sangat berharga untuk berbagai aplikasi IoT. Namun, keunggulan ini juga datang dengan biaya yang lebih tinggi dan konsumsi daya yang lebih besar dibandingkan dengan beberapa alternatif lainnya.
4. CoAP
Constrained Application Protocol (CoAP ) diluncurkan oleh Kelompok Kerja Lingkungan RESTful yang Dibatasi Satuan Tugas Rekayasa Internet pada tahun 2013. CoAP dirancang khusus untuk beroperasi dengan sistem IoT yang berbasis HTTP. Protokol ini mengandalkan Protokol Datagram Pengguna untuk memfasilitasi komunikasi yang aman dan efisien, memungkinkan transfer data antar berbagai titik dengan lancar.
CoAP sering digunakan dalam aplikasi mesin-ke-mesin (M2M), memungkinkan perangkat yang terbatas sumber daya seperti bandwidth rendah, ketersediaan terbatas, dan konsumsi energi yang rendah untuk terhubung ke dalam lingkungan IoT. Dengan demikian, CoAP menjadi solusi yang ideal untuk mengintegrasikan perangkat IoT dalam berbagai skenario, bahkan di lingkungan yang paling terbatas sekalipun.
5. DDS (Data Distribution Service)
DDS adalah sebuah layanan distribusi data yang dikembangkan oleh Object Management Group (OMG) untuk sistem real-time. OMG menggambarkan DDS sebagai “protokol middleware dan standar API untuk koneksi data-sentris.” DDS mengintegrasikan komponen-komponen sistem untuk menyediakan koneksi data dengan latensi rendah dan keandalan yang sangat tinggi, serta arsitektur yang dapat diukur untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan aplikasi IoT yang kritis.
DDS menggunakan model terbitkan-berlangganan untuk memfasilitasi pertukaran data real-time yang berkinerja tinggi dan sangat skalabel. Dengan demikian, DDS menjadi solusi yang ideal untuk memenuhi kebutuhan akan komunikasi data yang cepat, handal, dan efisien dalam lingkungan real-time dan aplikasi IoT yang sangat penting.
6. LoRa dan LoRaWAN
Teknologi LoRa dan LoRaWAN telah menjadi solusi yang signifikan dalam ekosistem Internet of Things (IoT). LoRa, singkatan dari Long Range, merupakan teknologi nirkabel non-seluler yang terkenal karena kemampuannya dalam komunikasi jarak jauh. Dengan keunggulan ini, LoRa memungkinkan perangkat IoT untuk berkomunikasi secara efektif dalam jarak yang luas.
Selain itu, LoRa juga dikenal karena konsumsi daya yang rendah dan transmisi data yang aman, menjadikannya pilihan yang ideal untuk aplikasi M2M dan IoT. Teknologi ini dikembangkan oleh RF Semtech, dan kini menjadi bagian penting dari platform mereka.
Untuk memfasilitasi komunikasi antara perangkat IoT dan LoRa, LoRa Alliance didirikan. LoRa Alliance merupakan badan pengelola teknologi LoRa yang mengelola dan merancang LoRaWAN. LoRaWAN adalah protokol berbasis cloud terbuka yang memungkinkan perangkat IoT untuk berkomunikasi dengan infrastruktur LoRa. Dengan demikian, LoRaWAN berperan penting dalam menghubungkan perangkat IoT dengan jaringan LoRa dan memfasilitasi pertukaran data yang efisien dan aman.
7. LWM2M
Lightweight Machine-to-Machine (LWM2M) adalah protokol manajemen perangkat yang dikembangkan khusus untuk memenuhi kebutuhan jaringan sensor dan lingkungan Machine-to-Machine (M2M). Protokol ini merupakan inovasi dalam komunikasi IoT yang dirancang untuk mengelola perangkat secara efisien dalam lingkungan yang terhubung.
LWM2M didesain untuk memungkinkan manajemen perangkat jarak jauh dan pengumpulan data telemetri dalam aplikasi IoT dan M2M. Oleh karena itu, LWM2M menjadi pilihan yang tepat untuk perangkat dengan sumber daya terbatas, seperti perangkat berdaya rendah yang memiliki keterbatasan dalam pemrosesan dan penyimpanan data.
Dengan LWM2M, perangkat IoT dapat diatur dan dikelola dari jarak jauh dengan efisien, tanpa mengorbankan kualitas dan keandalan koneksi. Hal ini membuatnya menjadi solusi yang sangat berguna dalam lingkungan IoT yang memerlukan manajemen perangkat yang efektif dan efisien.
8. MQTT
MQTT (Message Queuing Telemetry Transport) awalnya dikembangkan pada tahun 1999 dengan nama Transport Telemetry Queueing Protocol (MQ Telemetry Transport). Namun, seiring perkembangannya, protokol ini dikenal sebagai MQTT.
Meskipun nama aslinya menyebutkan antrian pesan, namun pada kenyataannya, MQTT tidak lagi menggunakan antrian pesan. Protokol ini mengadopsi arsitektur terbitkan-berlangganan untuk mendukung komunikasi Machine-to-Machine (M2M). Fitur utama dari MQTT adalah kemampuannya untuk beroperasi di perangkat dengan sumber daya terbatas dan mendukung komunikasi antar beberapa perangkat.
MQTT dirancang khusus untuk situasi dengan keterbatasan bandwidth, seperti pada sensor dan perangkat seluler yang terhubung ke jaringan yang tidak selalu dapat diandalkan. Keunggulan ini membuat MQTT menjadi pilihan yang populer dalam menghubungkan perangkat dengan jejak kode yang lebih kecil dan dalam lingkungan nirkabel yang sering mengalami latensi atau keterbatasan koneksi.
Awalnya, MQTT dimulai sebagai protokol berpemilik, tetapi sekarang telah menjadi protokol sumber terbuka terkemuka untuk menghubungkan perangkat IoT dan IoT Industri. Hal ini menunjukkan evolusi dan adaptasi MQTT sebagai salah satu solusi komunikasi yang sangat diperlukan dalam ekosistem Internet of Things.
9. Wi-Fi
Wi-Fi telah menjadi salah satu protokol yang paling umum digunakan dalam lingkungan Internet of Things (IoT), ditemukan di berbagai tempat mulai dari rumah tangga hingga bangunan komersial dan industri. Protokol ini menawarkan transfer data cepat dan mampu menangani volume data yang besar, menjadikannya pilihan yang menarik untuk lingkungan LAN jarak pendek hingga menengah.
Keberagaman standar Wi-Fi, seperti 802.11n, memberikan fleksibilitas kepada pengguna dalam menerapkan solusi jaringan sesuai kebutuhan mereka. Namun, meskipun memiliki banyak keunggulan, Wi-Fi memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan dalam konteks IoT.
Salah satu kelemahan utama Wi-Fi adalah konsumsi daya yang relatif tinggi, terutama pada perangkat IoT yang beroperasi dengan daya terbatas atau menggunakan baterai. Hal ini dapat membatasi penerapan Wi-Fi dalam kasus-kasus di mana efisiensi energi menjadi perhatian utama.
Selain itu, jangkauan Wi-Fi terbatas, terutama untuk perangkat IoT yang berada di lokasi terpencil atau memiliki hambatan fisik, seperti dinding tebal atau bangunan yang padat. Skalabilitas Wi-Fi juga menjadi perhatian, karena terdapat batasan dalam jumlah perangkat yang dapat dihubungkan ke jaringan Wi-Fi tertentu.
Meskipun demikian, Wi-Fi tetap menjadi salah satu pilihan yang kuat untuk banyak aplikasi IoT, terutama di lingkungan yang membutuhkan transfer data cepat dan memiliki infrastruktur jaringan yang sudah ada. Dengan pemahaman yang tepat tentang kelebihan dan keterbatasan Wi-Fi, teknisi dapat membuat keputusan yang tepat saat merancang jaringan IoT untuk kasus penggunaan tertentu.
10. XMPP
Pada awal tahun 2000-an, komunitas open source Jabber merancang protokol pesan dan kehadiran yang dapat diskalakan untuk komunikasi real-time antar individu. Protokol ini dikenal sebagai XMPP (Extensible Messaging and Presence Protocol). Dari penggunaan awalnya dalam komunikasi orang-ke-orang, XMPP telah berkembang menjadi sebuah teknologi yang digunakan dalam middleware ringan untuk komunikasi Machine-to-Machine (M2M) dan perutean data XML.
XMPP memungkinkan pertukaran data terstruktur secara real-time antara berbagai entitas dalam jaringan. Hal ini membuatnya sangat populer dalam penerapan Internet of Things (IoT) yang ditujukan untuk konsumen, seperti perangkat pintar. Keunggulan utama XMPP adalah fleksibilitasnya yang tinggi dan kemampuannya untuk menyediakan komunikasi yang andal antara perangkat IoT.
Sebagai protokol sumber terbuka, XMPP didukung oleh XMPP Standards Foundation, sebuah organisasi yang bertujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan standar XMPP secara terbuka. Keterbukaan ini memungkinkan pengembang untuk mengintegrasikan XMPP ke dalam berbagai aplikasi IoT dengan mudah, menjadikannya pilihan yang menarik bagi banyak pengembang dan organisasi yang menerapkan solusi IoT.
11. Zigbee
Zigbee adalah protokol jaringan mesh yang secara khusus dirancang untuk aplikasi otomasi di gedung dan rumah. Saat ini menjadi salah satu protokol mesh yang paling diminati dalam lingkungan Internet of Things (IoT). Zigbee memungkinkan komunikasi antar perangkat dengan efisien, terutama dalam skala yang luas.
Protokol ini dikenal karena memiliki jangkauan yang lebih luas daripada Bluetooth Low Energy (BLE), meskipun memiliki kecepatan transfer data yang lebih rendah. Namun, Zigbee menawarkan kelebihan lain dalam hal konsumsi daya yang sangat rendah, menjadikannya pilihan ideal untuk perangkat yang beroperasi dengan baterai dan membutuhkan masa pakai baterai yang panjang.
Zigbee diatur dan dikelola oleh Zigbee Alliance, sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan standar dan teknologi Zigbee. Keanggotaan dalam Zigbee Alliance memungkinkan perusahaan untuk mengakses perpustakaan aplikasi yang luas serta untuk berpartisipasi dalam pengembangan dan standarisasi protokol Zigbee.
Dengan kemampuan mengatur jaringan sendiri secara fleksibel dan konsumsi daya yang rendah, Zigbee terus menjadi pilihan yang sangat populer dalam penerapan IoT, terutama dalam konteks otomasi gedung dan rumah.
12. Z-Wave
Z-Wave adalah protokol komunikasi jaringan mesh nirkabel yang berfokus pada teknologi frekuensi radio berdaya rendah. Seperti Bluetooth dan Wi-Fi, Z-Wave memungkinkan perangkat pintar untuk berkomunikasi secara terenkripsi, memberikan tingkat keamanan yang tinggi untuk aplikasi Internet of Things (IoT). Protokol ini umumnya digunakan dalam berbagai produk otomasi rumah, sistem keamanan, dan aplikasi komersial seperti manajemen energi.
Z-Wave beroperasi pada frekuensi radio 908,42 MHz di Amerika Serikat, meskipun frekuensinya dapat bervariasi di setiap negara. Protokol ini dikembangkan oleh Z-Wave Alliance, sebuah konsorsium anggota yang berdedikasi untuk memperluas teknologi dan interoperabilitas perangkat yang menggunakan Z-Wave. Keanggotaan dalam Z-Wave Alliance memungkinkan perusahaan untuk berpartisipasi dalam pengembangan dan penggunaan teknologi Z-Wave, serta untuk memastikan bahwa perangkat yang berbeda dapat berinteraksi secara harmonis dalam jaringan Z-Wave.
Bagaimana Memilih Protokol IoT Yang Tepat ?
Memilih protokol IoT yang tepat merupakan langkah krusial dalam perencanaan dan implementasi proyek IoT. Namun, tidak ada pendekatan yang bersifat universal karena setiap organisasi memiliki kebutuhan dan tantangan yang berbeda. Scott Laliberte, seorang direktur pelaksana yang memimpin kelompok teknologi baru di Protiviti, menekankan bahwa pemilihan protokol harus disesuaikan dengan konteks spesifik dari proyek IoT masing-masing perusahaan.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih protokol IoT meliputi kebutuhan daya perangkat yang terhubung, lokasi fisik perangkat, ukuran area yang akan dicakup oleh jaringan, serta persyaratan keamanan proyek tersebut. Selain itu, berbagai protokol menawarkan keunggulan dan kelemahan masing-masing, yang perlu dievaluasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.
Dalam kesimpulannya, pemilihan protokol IoT yang tepat merupakan keputusan strategis yang harus mempertimbangkan berbagai faktor yang relevan dengan proyek spesifik. Dengan memahami dengan baik kebutuhan dan kondisi organisasi, pemilihan protokol yang tepat dapat mendukung kesuksesan implementasi proyek IoT.